Berjalan kaki menjelang senja menuju kedai teh di samping mushola
ditemani lenguhan kawanan sapi dari balik kandang di samping pendopo.
Bapak pemilik kedai menyapa ramah
sambil menarik sebuah bangku kecil ia bercerita tentang beragam jenis teh
cara menyeduh dan menikmati tiap jenis teh yang ia racik.
Ia merendah saat aku bertanya tentang banyaknya penghargaan yang ia terima dari berbagai kompetisi meracik teh tingkat Internasional yang pernah ia ikuti.
Obrolan hangat terus mengalir hingga piring mendoan dan pisang goreng menyisakan remahan.
Lembayung senja telah berganti gelap malam
sudah saatnya berpamitan.
“Terimakasih sudah mampir ke kedai” ucap sang istri pemilik kedai, sambil mengemas teh dan kombucha pesanan kami.
Dalam perjalanan kembali ke ibu kota yang bising
aku teringat ucapan bapak peracik teh “Jakarta terlalu ramai, saya bersyukur Ibu mau diajak pindah ke sini”
(Perbatasan Sleman – Klaten, Desember 2023)